Sabtu, 20 Februari 2010

SEJARAH KOREA DAN CHINA




Sejarah Korea

Seoul dengan latarSungnyemun di tahun 1904
Sejarah Korea bermula dari zaman Paleolitik Awal sampai dengan sekarang [1]. Kebudayaan tembikar di Korea dimulai sekitar tahun 8000 SM, dan zaman neolitikum dimulai sebelum 6000 SM yang diikuti oleh zaman perunggu sekitar tahun 2500 SM. Kemudian Kerajaan Gojoseon berdiri tahun 2333 SM [2]. Baru pada abad ke-3 SM Korea mulai terbagi-bagi menjadi banyak wilayah kerajaan.
Pada tahun satu Masehi, Tiga Kerajaan Korea seperti Goguryeo, Silla dan Baekje mulai mendominasi Semenanjung Korea dan Manchuria. Tiga kerajaan ini saling bersaing secara ekonomi dan militer. Koguryo dan Baekje adalah dua kerajaan yang terkuat, terutama Goguryeo, yang selalu dapat menangkis serangan-serangan dari Dinasti-dinasti Cina. Kerajaan Silla perlahan-lahan menjadi kuat dan akhirnya dapat menundukkan Goguryeo. Untuk pertama kalinya Semenanjung Korea berhasil disatukan oleh Silla pada tahun 676 menjadi Silla Bersatu. Para pelarian Goguryeo yang selamat mendirikan sebuah kerajaan lain di sisi timur laut semenanjung Korea, yakni Balhae.
Silla Bersatu akhirnya runtuh di akhir abad ke-9, yang juga mengakhiri masa kekuasaan Tiga Kerajaan. Kerajaan yang baru, Dinasti Goryeo, mulai mendominasi Semenanjung Korea. Kerajaan Balhae runtuh tahun 926 karena serangan bangsa Khitan dan sebagian besar penduduk serta pemimpinnya, Dae Gwang hyun, mengungsi ke Dinasti Goryeo. Selama masa pemerintahan Goryeo, hukum yang baru dibuat, pelayanan masyarakat dibentuk, serta penyebaran agama Buddha berkembang pesat. Tahun 993 sampai 1019 suku Khitan dari Dinasti Liao meyerbu Goryeo, tapi berhasil dipukul mundur. Kemudian di tahun 1238, Goryeo kembali diserbu pasukan Mongol dan setelah mengalami perang hampir 30 tahun, dua pihak akhirnya melakukan perjanjian damai.
Pada tahun 1392, Taejo dari Joseon mendirikan Dinasti Joseon setelah menumbangkan Goryeo. Raja Sejong (1418-1450) mengumumkan penciptaan abjad Hangeul. Antara 1592-1598, dalam Perang Imjin, Jepang menginvasi Semenanjung Korea, tapi dapat dipatahkan oleh prajurit pimpinan Admiral Yi Sun-shin. Lalu pada tahun 1620-an sampai 1630-an Dinasti Joseon kembali menderita serangan dari (Dinasti Qing).
Pada awal tahun 1870-an, Jepang kembali berusaha merebut Korea yang berada dalam pengaruh Cina. Pada tahun 1895 Maharani Myeongseong dibunuh oleh mata-mata Jepang [3] Pada tahun 1905, Jepang memakasa Korea untuk menandatangani Perjanjian Eulsa yang menjadikan Korea sebagai protektorat Jepang, lalu pada 1910 Jepang mulai menjajah Korea. [4] Perjuangan rakyat Korea terhadap penjajahan Jepang dimanifestasikan dalam Pergerakan 1 Maret dengan tanpa kekerasan. Pergerakan kemerdekaan Korea yang dilakukan Pemerintahan Provisional Republik Korea lebih banyak aktif di luar Korea seperti di Manchuria, Cina dan Siberia.
Dengan menyerahnya Jepang di tahun 1945, PBB membuat rencana administrasi bersama Uni Soviet dan Amerika Serikat, namun rencana tersebut tidak terlaksana. Pada tahun 1948, pemerintahan baru terbentuk, yang demokratik (Korea Selatan) dan komunis (Korea Utara) yang dibagi oleh garis lintang 38 derajat. Ketegangan antara kedua belah pihak mencuat ketika Perang Korea meletus tahun 1950 ketika pihak Korea Utara menyerang Korea Selatan.


Bukti arkeologi menunjukkan bahwa manusia pertama menghuni Semenanjung Korea 700.000 tahun lalu, walaupun sejumlah arkeolog dari Korea Utara mengklaim bahwa Korea sudah berpenghuni 1 juta tahun yang lalu. [5]
Sejumlah artefak dari periode Palaeolitik (700 ribu SM-40 ribu SM) telah ditemukan di propinsi Hamgyong Utara, Pyongan Selatan, Gyeonggi, Chungcheong Utara dan Chungcheong Selatan. Dari penemuan tersebut diketahui pada masa prasejarah mereka tinggal di gua dan juga membangun tempat tinggal, menggunakan api, berburu dan memakai peralatan yang dibuat dari batu.
Zaman Tembikar Jeulmun
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Zaman Tembikar Jeulmun
Zaman kebudayaan tembikar di Korea dimulai sekitar 8000 SM, disebut Kebudayaan Tembikar Yungimun. Bukti-bukti arkeologinya ditemukan di seluruh Korea, seperti di situs Gosann-ni di Pulau Jeju.
Kebudayaan Tembikar Jeulmun (tembikar berpola sisir) dimulai tahun 7000 SM, dan kebudayaan tembikar dengan pola sisir di keseluruhan sisi artefak dimulai antara tahun 3500-2000 SM. Tembikar Jeulmun sama dengan tembikar yang ditemukan di Primorsky, Rusia, Mongolia, lembah sungai Amur dan Sungari di Manchuria [6]
Zaman Tembikar Mumun
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Zaman Tembikar Mumun
Pada masa ini (sekitar 1500 SM-300 SM) mulai terbentuk masyarakat yang bercocok tanam dan berkehidupan sosial-politik. Masyarakat di Korea bagian selatan mengembangkan pertanian padi ladang di Zaman Mumun Tua (1500 SM-850 SM). Di Zaman Mumun Madya (850 SM-550 SM) mulai dikenal sistem masyarakat yang dipimpin oleh kepala suku. Pada Zaman Mumun Muda (sekitar 550 SM-300 SM) bukti arkeologi menunjukkan telah dilakukan upacara kematian (penguburan) bagi orang yang memiliki status tinggi. Produksi perunggu dimulai di Zaman Mumun Madya dan berperan penting dalam kegiatan upacara atau politik setelah tahun 700 SM. Pada periode ini pula pertama kalinya berkembang pemukiman yang berkembang kian besar dan akhirnya hancur: beberapa contohnya seperti Songguk-ri, Daepyeong dan Igeum-dong. Zaman Mumun berakhir sekitar tahun 300 SM.
Gojoseon
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Gojoseon
Gojoseon adalah kerajaan Korea yang pertama. Berdasarkan Samguk Yusa dan teks-teks kuno Korea abad pertengahan[7], Gojoseon didirikan tahun 2333 SM oleh Dangun, putra tokoh mitologi Korea, Hwanin, yang dipercaya diturunkan dari surga.
Masyarakat Gojoseon adalah keturunan dari suku bangsa Altai yang bermigrasi ke Manchuria, daerah sebelah utara Sungai Yangtze (Cina) dan semenanjung Korea. Mereka adalah nenek moyang orang Korea yang pertama yang disebut dalam catatan sejarah [8]
Gojoseon sebenarnya terletak di Liaoning, tetapi sekitar tahun 400 SM memindahkan ibukotanya ke Pyongyang yang sekarang adalah ibukota dari Korea Utara [9][10]


Kebudayaan perunggu
Kebudayaan perunggu menyingsing di Korea sekitar tahun 1500-1000 SM, dan melalui bukti-bukti arkeologi menyebutkan mungkin lebih jauh lagi yaitu tahun 2500 SM[11]
Pada masa ini telah dikenal peralatan seperti pisau belati perunggu (bronze daggers), kaca, persenjataan serta pembuatan kota yang berdinding[12]
Masyarakatnya juga telah membudidayakan padi, kacang merah, kacang kedelai dan gandum. Mereka dapat membuat rumah-rumah yang berbentuk persegi panjang dan membangun dolmen untuk tempat penguburan jenazah. Semenanjung Korea memiliki situs dolmen yang terbanyak di dunia. [6] Gojoseon berubah dari pemukiman bertembok (walled cities) yang bersifat feodal menjadi sebuah kerajaan sebelum abad ke 4 SM [13]
Kebudayaan besi
Sejak abad ke 3 SM, kebudayaan besi telah berkembang dan peperangan dengan bangsa Cina menyebabkan pengungsian ke timur dan selatan semenanjung. Baru-baru ini sebuah cermin besi ditemukan di Songseok-ri, Kangdong-gun, kota Pyongyang di Korea Utara[14] yang mungkin berasal dari tahun 1200 SM.
Pada masa ini, sebuah kerajaan bernama Jin, berkembang di bagian selatan semenanjung Korea. Sangat sedikit bukti mengenai keberadaan Kerajaan Jin, namun kerajaan ini sudah mengadakan hubungan dengan Dinasti Han Cina dan mentransfer kebudayaan ke Yayoi (Jepang). [15] Raja dari Gija Joseon mungkin telah lari ke Jin setelah terjadi pemberontakan oleh Wiman. Jin kemudian berkembang jadi Konfederasi Samhan. Dinasti Han lalu menumbangkan Wiman dan mendirikan Empat Komander Han.
Kehancuran
Masih kabur kapankah waktu kejatuhan dan kehancuran Gojoseon, tergantung kepada bagaimana sejarawan memandang Gija Joseon. Sebuah teori dari Joseon Sangosa menyebutkan bahwa Gojoseon mengalami perpecahan tahun 300 SM dan secara perlahan kehilangan kendali atas wilayah teritorinya. Banyak negara (kerajaan) kecil yang menjadi pecahannya seperti Buyeo, Okjeo, Dongye, Guda-guk, Galsa-guk, Gaema-guk, dan Hangin-guk. Sedangkan kerajaan besar Goguryeo dan Baekje berasal dari Buyeo. Masa Tiga Kerajaan Korea dikuasai oleh Goguryeo, Baekje dan Silla walaupun sampai abad ke 5 dan 6 terdapat kerajaan Buyo dan Gaya.
Proto Tiga Kerajaan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Proto Tiga Kerajaan
Periode Proto Tiga Kerajaan (Masa Sebelum Tiga Kerajaan) kadang-kadang disebut Periode Banyak Negara (열국시대), atau masa sebelum munculnya tiga kerajaan seperti Goguryeo, Baekje dan Silla. Pada masa ini terdapat banyak negara pecahan kerajaan Gojoseon. Yang terbesar adalah Dongbuyeo (Buyeo Timur) dan Bukbuyo (Buyeo Utara).



Buyo dan Kerajaan dari Utara
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Buyeo
Setelah kehancuran Gojoseon, Buyo berkembang di Korea Utara saat ini dan sebelah selatan Manchuria, dari abad ke 2 SM sampai tahun 494 M. Sisa-sisa wilayah Gojoseon diserap oleh Goguryeo tahun 494, dan keduanya (Kerajaan Goguryeo dan Baekje) menganggap masing-masing sebagai penerus dari Gojoseon.
Walaupun banyak dari catatan sejarah tidak akurat dan bertentangan, disebutkan pada tahun 86 SM, Buyeo terpecah jadi Buyeo Utara (Bukbuyo) dan Buyeo Timur (Dongbuyo). Pada tahun 538 Baekje menamakan diri mereka Nambuyeo (Buyo Selatan).
Okjeo adalah kerajaan yang terletak di sebelah utara semenanjung Korea dan berdiri setelah jatuhnya Gojoseon. Okjo sendiri sudah menjadi bagian dari Gojoseon sebelum Gojoseon hancur. Okjeo tidak pernah menjadi sepenuhnya kerajaan yang bebas karena selalu menghadapi intervensi dari kerajaan-kerajaan tetangganya. Okjeo kemudian menjadi taklukan Goguryeo di bawah Raja Gwanggaeto pada abad ke 5 M.
Dongye adalah kerajaan kecil lain yang terletak di sebelah utara Semenanjung Korea. Dongye berbatasan dengan Okjeo dan dua kerajaan lain yang juga menjadi negeri taklukkn Goguryeo. Dongye juga adalah pecahan dari Gojoseon.
Samhan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Samhan
Samhan (三韓) adalah tiga negara konfederasi yaitu Mahan, Jinhan dan Byeonhan. Samhan terletak di bagian selatan Semenanjung Korea. Tiga konfederasi ini menjadi tonggak pendirian kerajaan Baekje, Silla dan Gaya. Mahan adalah yang terbesar dengan 54 negara bagian, Byeonhan dan Jinhan masing-masing memiliki 12 negara bagian. Kata samhan kemudian digunakan untuk menunjuk Tiga Kerajaan Korea.
Hanja "han" (韓) dari Samhan saat ini digunakan untuk menunjuk Korea (Dae Han Min Guk).
Periode Tiga Kerajaan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Tiga Kerajaan Korea
Goguryeo
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Goguryeo
Goguryeo adalah kerajaan paling besar di antara Tiga Kerajaan. Goguryeo didirikan tahun 37 SM oleh Jumong (Dongmyeongseong) pertama memeluk Buddhisme pada tahun 372 di masa pemerintahan Raja Sosurim.
Goguryeo mencapai masa keemasan pada abad ke 5, ketika Raja Gwanggaeto dan anaknya Jangsu memperluas wilayah kekuasaan sampai Manchuria dan Mongolia, serta merebut Seoul dari tangan kerajaan Baekje. Gwanggaeto dan Jangsu akhirnya memaksa Baekje dan Silla untuk tunduk dan untuk pertama kalinya menyatukan semenanjung Korea.
Goguryeo menangkis berkali-kali serangan tentara Cina dalam Perang Goguryeo-Sui tahun 598 sampai 614 yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Sui. [16] Namun dengan banyaknya perang dengan Cina, telah perlahan-lahan melemahkan Goguryeo. Goguryeo ditundukkan dalam serangan gabungan Silla dan Dinasti Tang tahun 668.
Baekje
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Baekje
Baekje didirikan tahun 18 SM oleh Raja Onjo [7]seperti yang disebutkan di Samguk sagi.
Teks Cina kuno Sanguo Zhi menyebutkan bahwa Baekje adalah bagian dari Konfederasi Mahan yang berlokasi di lembah sungai Han (dekat Seoul saat ini). Baekje memperluas wilayah kekuasaannya ke propinsi Chungcheong dan Jeolla dan menjadi saingan bagi Goguryeo dan dinasti-dinasti di Cina.
Pada puncak kegemilangannya pada abad ke 4, Baekje menguasai semua negara bagian Konfederasi Mahan dan menguasai bagian barat semenanjung Korea.
Baekje memainkan peran yang penting dalam mentransfer perkembangan budaya ke Jepang seperti pengenalan karakter Tionghoa, agama Buddha, pembuatan barang dari besi, keramik dan upacara pemakaman [17] Baekje ditundukkan oleh aliansi Silla dan Dinasti Tang pada tahun 660 dan anggota kerajaannya melarikan diri ke Jepang.
Silla
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Silla
Menurut catatan sejarah, Kerajaan Silla terbentuk pada saat unifikasi negara bagian milik Konfederasi Jinhan oleh Bak Hyeokgeose tahun 57 SM di bagian selatan semenanjung Korea.
Artefak Silla seperti kerajinan emas menunjukkan adanya pengaruh nomadik, dan tidak dipengaruhi budaya Tionghoa seperti halnya milik Goguryeo dan Baekje. Silla berkembang cepat dan menguasai wilayah lembah sungai Han dan menyatukan berbagai wilayah kecil.
Pada abad ke 2, Silla mulai tumbuh menjadi kerajaan yang kuat dan sering terlibat perang dengan Baekje, Goguryeo dan Jepang. Pada tahun 660 Raja Silla, Raja Muyeol, menundukkan Baekje bersama Jenderal Kim Yushin yang dibantu pasukan dari Dinasti Tang. Pada tahun 661 Silla dan Tang menyerbu Goguryeo, namun dapat ditangkis. Raja Muyeol melakukan serangan lagi tahun 667 dan Goguryeo ditaklukkan pada tahun berikutnya.
Gaya
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Konfederasi Gaya
Konfederasi Gaya adalah sebuah konfederasi yang terletak di lembah sungai Nakdong di Korea bagian selatan. Gaya berkembang dari Konfederasi Byeonhan dan pada tahun 562 ditaklukkan oleh Silla.





Negara Utara dan Selatan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Periode Negara Selatan dan Utara
Sebutan Negara Utara dan Selatan merujuk pada kerajaan Silla Bersatu dan Balhae, yaitu saat Silla menguasai semenanjung Korea dan Balhae memperluas kekuasaannya di Manchuria.
Silla Bersatu
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Silla Bersatu
Setelah perang unifikasi, Dinasti Tang mendirikan teritori dan komunitasnya di bekas wilayah Goguryeo dan juga di Baekje. Silla menyerang orang-orang Tang di Baekje dan Korea Utara tahun 671. [16]
Cina menginvasi Silla tahun 674 namun gagal di bawah tentara Jenderal Kim Yushin yang kuat. Silla akhirnya mengeluarkan semua kekuatan Tang tahun 676 dan membawa penyatuan bagi sebagian besar semenanjung Korea.
Periode Silla bersatu adalah masa ketika kebudayaan Korea berkembang dengan pesat serta Buddhisme menjadi agama negara. Kuil-kuil seperti Bulguksa adalah contoh betapa pesatnya kebudayaan Korea dalam pengaruh agama Buddha. Beberapa kuil yang indah dibangun seperti Kuil Hwangnyeong, Bunhwangsa, dan Sokkuram yang menjadi Situs Warisan Dunia (UNESCO). Masa ini juga menjadi masa damai ketika Korea menjalin hubungan baik dengan Dinasti Song Cina.
Silla mulai mengalami masa kericuhan politik tahun 789 yang membuat Silla jadi lemah. Sementara itu sisa-sisa Baekje mulai bangkit dan mendirikan Kerajaan Hubaekje ("Baekje selanjutnya"). [16]
Silla Bersatu hanya bertahan 267 tahun ketika rajanya yang terakhir, Raja Gyeongsun disingkirkan oleh Wanggeon yang mendirikan Dinasti Goryeo tahun 935. [18]
Balhae
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Balhae
Balhae didirikan di bagian utara di bekas wilayah Goguryeo oleh Dae Joyeong, mantan jenderal Goguryeo. Balhae menguasai wilayah paling utara dari semenanjung Korea, sebagian besar Manchuria dan wilayah Propinisi Maritim Rusia saat ini. Balhae menyebut kerajaan mereka sebagai penerus dari Goguryeo.
Dalam masa damai, Balhae mengembangkan kebudayaannya, terutama pada masa pemerintahan Raja Mun (sekitar 737-793). Kebudayaan Balhae dipengaruhi oleh Buddhisme sama seperti Silla dan Baekje. Kerajaan Balhae runtuh pada tahun 926 karena diserang oleh bangsa Khitan dari Dinasti Liao.
Tidak ada catatan sejarah dari Balhae yang tersisa. Goryeo menyerap sebagian teritori Balhae dan menerima pengungsinya, termasuk anggota kerajaannya. Dalam teks Samguk Sagi terdapat ringkasan mengenai Balhae, tetapi tidak menuliskan sejarah berdirinya. Sejarawan dari Dinasti Joseon abad 18, Yu Deukgong memasukkan Balhae ke dalam bagian sejarah Korea dan mulai menggunakan penyebutan Periode Negara Utara dan Selatan untuk masa berdirinya Balhae.


Tiga Kerajaan Masa Akhir
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Tiga Kerajaan Masa Akhir
Tiga Kerajaan Masa Akhir (892-936) terbagi atas Silla, Hubaekje (Baekje Selanjutnya) dan Taebong (juga dikenal dengan sebutan Hukoguryo atau Goguryeo selanjutnya). Wang Geon menumbangkan Hubaekje tahun 936 dan mengesahkan pemerintahan baru, yaitu Dinasti Goryeo.
Goryeo
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Dinasti Goryeo
Dinasti Goryeo didirikan tahun 918 dan sejak tahun 936 menggantikan Silla sebagai kerajaan yang memerintah Semenanjung Korea. Kata Goryeo adalah kependekan dari Goguryeo dan merupakan sebutan bagi orang asing yang merujuk ke Korea. Dinasti ini bertahan sampai tahun 1392.
Pada tahun 1231 bangsa Mongol memulai penyerangan terhadap Goryeo. Setelah peperangan yang melelahkan selama 25 tahun akhirnya Goryeo menandatangani perjanjian damai dengan Kerajaan Mongol. Maka dalam waktu 80 tahun Goryeo berada dalam bayang-bayang kekuasaan bangsa utara itu.
Pada tahun 1340-an Raja Gongmin memberontak terhadap kekuasaan Mongol dan secara cepat menyingkirkan mereka dari semenanjung Korea. Namun Koryo kini sedang menghadapi serangan dari bajak laut Jepang (Wokou) yang mulai mencapai Korea. Tahun 1392 seorang jenderal bernama Yi Seong-gye, memberontak dan mengakhiri kekuasaan dinasti ini.
Joseon
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Dinasti Joseon
Tahun 1392 setelah Goryeo tumbang, Dinasti yang baru mulai didirikan oleh Jenderal Yi Seong-gye, yaitu Dinasti Joseon. Ia menamakan kerajaan ini sebagai Joseon untuk memberikan penghormatan terhadap Gojoseon, yang merupakan kerajaan pertama bangsa Korea. Yi seong gye memindahkan ibukota ke Hanseong dan membangun Gyeongbokgung serta mengesahkan Konfusianisme sebagai agama negara, yang akhirnya membuat para pendeta Buddha kehilangan kekayaan dan kemakmuran. Dinasti Joseon menikmati perkembangan yang sangat pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Contohnya adalah penemuan abjad Hangeul tahun 1443 oleh Raja Sejong. Dinasti Joseon adalah dinasti yang memiliki usia pemerintahan terpanjang di Asia Timur dalam milenium terakhir.
Ekonomi
Joseon memiliki keadaan ekonomi yang stabil dalam masa-masa damainya, terutama pada masa pemerintahan Raja Sejong yang Agung. Walau demikian, ekonomi Joseon juga pernah menderita banyak kelesuan selain karena serangan-serangan Jepang tahun 1592-1598, juga karena terbongkarnya skandal korupsi internal, suap dan juga pengenaan pajak yang tinggi. Keadaan sosial masyarakat
Dinasti Joseon menerapkan sistem kemasyarakatan yang ketat bagi rakyat yang sangat mempengaruhi keadaan ekonomi. Raja adalah puncak dari pemerintahan, sementara Yangban (bangsawan) dan pejabat kantor kerajaan berada di bawahnya. Di bawah Yangban dan pejabat merupakan golongan tengah yang terdiri dari kaum pedagang dan pengrajin. Bagian terbesar dari sistem ini tentunya adalah rakyat jelata yang terdiri dari kaum petani dan budak. Kaum budak menempati posisi terbawah dan tidak membayar pajak pada pemerintah. Jumlah kaum ini pernah mencapai 30% dari populasi.
Invasi-invasi asing
Joseon menderita luka-luka berat pada saat masa Invasi Jepang ke Korea tahun 1592-1598, Invasi Dinasti Qing tahun 1627 dan 1636. Banyak fasilitas yang hancur dan rusak yang membuat perekonomian melemah.
Abad ke 19
Dalam abad ke 19, Korea mencoba mengontrol pengaruh asing dengan menutup semua perbatasannya untuk semua negara kecuali dengan Cina. Tahun 1853 sebuah kapal perang Amerika Serikat, USS South America, berlabuh di Busan selama 10 hari dan mengadakan kontak dengan pejabat-pejabat Korea. Beberapa orang Amerika pernah terdampar di Korea karena kapal mereka tenggelam pada tahun 1855 dan 1865, namun mendapat perlakuan yang baik dari orang Korea dan mereka dipulangkan ke negara asal lewat Cina. Walau demikian Choson tetap waspada terhadap pihak-pihak asing dan juga tetangga mereka, Dinasti Qing.
Invasi Perancis (1866)
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Invasi Perancis ke Korea tahun 1866
Invasi Perancis ini terjadi karena pihak Kerajaan yang melakukan pembantaian terhadap misionaris Katolik dari Perancis serta warga Korea yang masuk Kristen. Kejadian ini membuat pasukan Perancis melancarkan serangan pada musim gugur tahun 1866. Peperangan terjadi di Pulau Ganghwa di lepas pantai Incheon dan tentara Korea berhasil dikalahkan oleh pasukan Perancis yang memakai persenjataan modern.
Peristiwa tahun 1866-1895
• Pada tahun 1866, Jenderal Sherman (Amerika Serikat) melakukan penculikan, pembunuhan dan perampokan terhadap warga pesisir pantai Korea.
• Pada tahun 1871, militer Amerika Serikat kembali melancarkan serangan terhadap Korea dan menewaskan 350 orang. Peristiwa ini disebut Sinmiyangyo
• Tahun 1894-1895 Jepang memenangkan perang dengan Dinasti Qing pada Perang Sino Jepang yang membuat Jepang memaksa Korea membuka pelabuhannya pada tahun 1876.
• Pada tahun 1895 Maharani Myeongseong dibunuh oleh mata-mata Jepang [19]
Kekaisaran Han Raya
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kekaisaran Han Raya
Pada tahun 1897, Dinasti Joseon beralih menjadi Kekaisaran Han Raya dengan Kaisar Gojong sebagai pemimpinnya. Pada tanggal 25 Juli 1905 secara efektif Korea sudah berada dalam wilayah prektorat Jepang dengan paksaan tanpa adanya perjanjian dan persetujuan dari Raja Gojong.




Penjajahan Jepang
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Penjajahan Jepang atas Korea
Pada tahun 1910 Jepang secara efektif menduduki Korea dalam Perjanjian Aneksasi Jepang-Korea. Perjanjian ini dipakai oleh Jepang tanpa menghiraukan kemarahan rakyat Korea yang tidak menyetujui perjanjian yang tidak disahkan oleh Raja Gojong tersebut.
Korea diduduki Jepang dengan bentuk kepemimpinan Gubernur Jenderal Korea sampai tahun 1945 ketika Jepang menyerah kepada tentara sekutu.
Jaringan transportasi dan komunikasi dibangun di seluruh wilayah negeri oleh pemerintahan kolonial Jepang dan mengarah pada eksploitasi rakyat Korea. Hanya sedikit manfaat yang didapat rakyat Korea dari modernisasi ini, karena semua fasilitas hanya dibuat untuk melancarkan kepentingan dan perdagangan Jepang. Beberapa kejahatan penjajahan Jepang atas Korea:
• Meruntuhkan Gyeongbokgung
• Mengenakan pajak tinggi terhadap hasil pertanian serta mengekspornya ke Jepang yang menyebabkan bencana kelaparan bagi rakyat Korea.
• Menyiksa dan membunuh warga yang menolak membayar pajak
• Kerja paksa membangun jalan dan pertambangan
• Perbudakan seks terhadap wanita Korea [20]
• Mengirimkan pekerja ke teritori Jepang lain untuk kerja paksa
Spekulasi wafatnya Raja Gojong bulan Januari 1919 karena diracuni oleh mata-mata Jepang membuat rakyat melakukan aksi protes secara damai di seluruh negeri pada tanggal 1 Maret 1919, peristiwa ini disebut Pergerakan 1 Maret. Dalam peristiwa ini tentara dan polisi Jepang membunuh hampir 7000 orang Korea. [21]
Setidaknya 2 juta orang ikut ambil bagian dalam pergerakan ini (Jepang mengklaim kurang dari 500 ribu orang). Banyak warga Kristen Korea juga terbunuh oleh tentara Jepang, termasuk sebuah desa bernama Jeamri yang seluruh penduduknya dibinasakan oleh Jepang karena mendukung perjuangan kemerdekaan. Pergerakan 1 Maret ini telah menginspirasi pidato Presiden Amerika Serikat, Woodrow Wilson yang mendeklarasikan kebebasan hak asasi manusia.
Pemerintahan Provisional Republik Korea diresmikan di Shanghai, Cina setelah terjadinya Pergerakan 1 Maret untuk memperjuangkan kemerdekaan Korea. Pemerintahan provisional dianggap sebagai pemerintahan de jure dari rakyat Korea dari tahun 1919 sampai 1948.
Sentimen anti Jepang di Korea terus mencuat, seperti pada peristiwa protes mahasiswa di seluruh Korea pada bulan November 1929 yang membuat pengetatan peraturan militer tahun 1931. Kurikulum sekolah dimodifikasi untuk menghilangkan pengajaran dalam bahasa Korea. Sekolah juga dilarang untuk mengajarkan murid-muridnya mengenai sejarah Korea. Orang Korea dipaksa untuk mengadopsi nama orang Jepang [22] Dalam perang dunia ke II, banyak pula warga Korea yang dipaksa untuk menyokong usaha perang tentara Jepang [23]



Pemecahan Korea
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pemecahan Korea
Pemecahan Korea secara efektif dimulai pada 8 September 1945, ketika Amerika Serikat menduduki zona bagian selatan semenanjung, sementara Uni Soviet mengambil alih daerah di atas garis 38 derajat lintang utara.
• Tanggal 22 November 1943 pada Konferensi Kairo, disetujui bahwa Korea akan dibebaskan dan merdeka.
• Dalam konferensi di Yalta bulan Februari tahun 1945, disetujui bahwa Korea akan dibagi ke dalam wilayah 4 perwakilan (gabungan) negara (trusteeship).
• Tanggal 9 Agustus 1945, tentara Uni Soviet memasuki Korea sebelah utara dari Siberia.
• Tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyingkir dari Korea setelah kekalahannya dari tentara sekutu
• Bulan Desember 1945, sebuah konferensi di Moskow mendiskusikan tentang masa depan Korea dan dibuatlah Komisi Gabungan Soviet-AS. Komisi ini mendiskusikan tentang pengesahan pemerintahan nasional di Korea.
• Bulan September 1947, AS mengajukan permintaan Korea kepada Majelis Umum PBB
Harapan untuk penyatuan dan kemerdekaan Korea secara cepat menguap akibat pengaruh dari Perang Dingin dan ketidaksetujuan terhadap rencana pembentukan negara komunis pihak utara sehingga akhirnya tahun 1948 Korea terpecah menjadi dua negara yang berbeda ideologi, sistem ekonomi dan sosial. Tanggal 12 Desember 1948, dengan resolusi 195 [24] dalam sidang Majelis Umum PBB ke 3, PBB menyatakan bahwa Korea Selatan (Republic of Korea) adalah satu-satunya pemerintahan Korea yang sah. Pada bulan Juni 1950 Perang Korea pecah ketika pihak Korea Utara menyerbu Korea Selatan dengan melewati garis pararel 38 derajat, yang mengakhiri semua kemungkinan dan harapan akan reunifikasi kedua Korea.

Sejarah China

Setelah Kublai Khan dari Mongol menaklukkan kerajaan Nanchao, sejarah Yunnan menjadi bagian dari seluruh sejarah Cina.
Untuk memahami sejarah Yunnan sebagai sejarah Cina pada umumnya, sangat penting untuk mengetahui sejarah Cina dari awalnya.
Orang-orang menuntut bahwa sejarah mereka dimulai dari dinasti Xia periode 500 tahun abad tahun 2200 sampai 1700 sebelum masehi. Hal itu diikuti oleh Dinasti Shang dari abad 1700 sampai 1100 sebelum masehi. Walaupun tidak ada catatan sejarah dan penemuan arkeologi, tokoh mitologi tetap menuntut tentang dua dinasti itu.
Dinasti ketiga yang dikenal di dinasti Cina bernama dinasti Zhou sampai abad 221 sebelum masehi. Dinasti Zhou menyumbangkan dua filosofi dan kepercayaan penting. Khong Hu Chu dan Tao. Khong Hu Chu berdiri dari abad 551 sampai 479 sebelum masehi, ia membangun standar kehidupan sosial bagi orang-orang Cina sampai tahun1911 ketika kaisar Cina jatuh dan muncul perdebatan, Khong Hu Chu memberikan sumbangan pada kehidupan social Cina hingga kini, walaupun Cina menjadi negara komunis sampai 1949.
Pendiri ajaran Tao adalah pendeta Budha Cina bernama Laozi. Berbeda dengan Tao Khong Hu Chu bukanlah agama yang berhubungan dengan dewa ataupun dewi, dan bukan juga ajaran supranatural, ajaran Tao lebih mengacu pada hal mistik.
Ketika Dinasti Zhao akan masuk pada wilayah utama, orang-orang China pertama kalinya bersatu di bawah Dinasti Qin. Dinasti Qin hanya bertahan selama 14 tahun, di masa pemerintahan kaisar Qin Shihuang. Walaupun Qin Shihuang memerintah dengan kejam, tapi ia memperkenalkan sistem administrasi yang dipakai di berbagai tempat lebih dari 2000 tahun. Prinsip dari bentuk sistem administrasi sangat kuat berlaku di pemerintahan yang ditentukan oleh administrator serta disetujui oleh pusat. Walaupun model Komunis Cina masih berpengaruh pada sistem ini.
Setelah Qin Shihuang wafat, putranya Liu menjadi kaisar, walaupun Kaisar Liu tidak memiliki kemampuan sebagai Pemimpin. Kemudian komandan Liu Bang bergerak ke Ibukota kekaisaran dan menjatuhkan dinasti Qin.
Liu Bang kemudian mengumumkan dirinya sebagai kaisar yang baru dan mendirikan Dinasti Han. Keturunan Liu Bang memiliki kemampuan untuk memimpin, dan dinasti Han berdiri selama 400 tahun dari tahun 206 sebelum masehi sampai 220 masehi. Dinasti Han tidak terorganisir dengan baik seperti Dinasti Qin. Dinasti Han terlibat kasus korupsi dan perpecahan. Setelah kaisar Han berakhir, abad 220 setelah masehi, Cina dibagi menjadi tiga kerajaan, kerajaan Wu, Wei dan Shu Han. Periode tiga kerajaan itu berakhir sampai abad 589 setelah masehi. Pada saat itu bukan hanya abad untuk tiga kerajaan, tapi juga era dari kerusuhan internal, dengan masa kejayaan dinasti yang singkat dan pergantian pusat kekuasaan.
Cina bersatu kembali, dan diperintah oleh dinasti tunggal, Jenderal Wi Barat, Sui, menaklukan hina Selatan bukan untuk kepentingan kemenangan dinasti Wi Barat tapi untuk untuk mengangkat dirinya sebagai kaisar Cina.
Dinasti Sui berakhir pada tahun 618 sebelum masehi tapi menimbulkan dampak yang dalam bagi pembangunan masyarakat China. Keahlian mayor dari dinasti Sui adalah pembentukan resmi dalam hal pembangunan Grand Canal, dimana sungai mengalir dari utara ke selatan melalui Cina, dan ketika sungai mengalir dari arah timur ke barat.
Walaupun tidak sukses, dinasti Sui melakukan tiga perjalanan militer ke semenanjung Korea, menjalankan pemerintahan putra Sui, Yangdi. Ketika tentara Yangdi kalah untuk ketiga kalinya, kaisar dibunuh oleh penasehatnya. Jenderal Yangdi, Li Yuan, yang bermarkas di perbatasan garnisun Taiyuan, mengambil kesempatan untuk merebut tahta dan mendirikan dinasti Tang.
Dinasti Tang berdiri dari tahun 618 sampai 907 sebelum masehi dan merupakan dinasti yang memiliki masa kejayaan dalam sejarah Cina. Selama berlangsungnya dinasti Tang, sistem administrasi Cina kemudian didirikan. Propinsi diperintah dengan persetujuan administrator, yang selanjutnya dibagi dalam 300 administratif dan 1500 kabupaten.
Kemudian Dinasti Tang memperlihatkan perkembangan di bidang budaya, seni, ilmu dan agama yang sebelumnya tidak dikenal dalam proses internasionalisasi Cina, melalui pedagang asing yang tidak hanya membawa barang dagangan tetapi juga mendirikan sekolah baru untuk belajar.
Secara politik Dinasti Tang jatuh. Di barat, tentara Tibet menggedor garnisun Tang, dan di Yunnan, kerajaan Thai, Nanchao mencoba melakukan ekspansi ke Sichuan. Ketika sistem politik dan militer dari dinasti Tang dikikis, tanah Cina menjadi di bawah kepemimpinan kelompok bandit. Akhirnya pada tahun 907 setelah masehi, perlindungan hukum di bawah pimpinan Huang Zhao direbut oleh modal dinasti Tang dan selanjutnya berakhir.
Selama seperempat abad berikutnya, Komando militer saling bertempur di wilayah yang dominan, untuk memperluas kekuatan militer. Mereka percaya bahwa kabupaten yang memiliki sejarah yang kaya dan panjang dapat memperbanyak sistem legitimasi kekuatan politik, hal ini merupakan hal yang biasa terjadi di Cina.
Di Eropa tengah, kekuatan politik harus dilegitimasi oleh aturan turunan yang terperinci , juga oleh perjanjian hirarki agama. Untuk naik tahta, salah seorang harus mewarisinya. Dengan begitu, sejarah akan menganggap pemerintah sebagai perebut kekuasaan.
Di Cina, seperti juga di beberapa negara di Asia, legitimasi kekuatan politik terletak pada pemiliknya. Petani bahkan bandit dapat menjadi tentara, menaklukan Ibukota, mengangkat dirinya sebagai raja atau kaisar, dan mengharapkan persoalannya dapat menerima ketentuan tanpa mendiskusikan apakah raja atau kaisar baru dapat duduk di tahtanya.
Dalam pemikiran Cina tradisional, jika pemerintah baru bertahan dalam kekuatannya, ia harus dapat membuktikan amanat dari surga untuk menjadi kaisar baru. Jika pemerintah atau dinasti jatuh, hal itu membuktikan bahwa amanat dari surga tidak berjalan dengan baik.
Ketika sistem Cina terlihat praktis, konsekuensinya pasti mengikuti, diikuti oleh sekelompok individu yang besar untuk mencobanya. Sebagai jenderal tidak pernah merasa kuatir walaupun penduduk Cina akan menerima mereka sebagai pemerintahan legitimasi dimana mereka mempunyai kekuatan, sejarah Cina banyak mempunyai contoh dimana jenderal menaklukan raja-raja dan kaisar-kaisar. Pemimpin dari pemberontakan yang terkenal biasanya tidak berhubungan dengan pertempuran melawan ketidakadilan sosial, tapi jika pemberontakan itu berhasil mereka mempunyai tujuan untuk kekuatan politik sosial dan mendirikan dinasti mereka. Penyerbuan asing dapat merebut pengadilan Cina dan mengangkat diri mereka sebagai kaisar. Dua dinasti mayor Cina secara etnis bukan orang Cina, dua dinasti itu adalah dinasti Mongol Yuan dan dinasti Manchu Qing.
Setelah runtuhnya dinasti Tang pada abad 907 setelah masehi, pemerintah regional, jenderal yang tidak setia, pejabat tinggi kerajaan bahkan Pemimpin kelompok bandit terlibat perang atara satu dengan yang lainnya.
Pada 959, Zhao Kuangyin, Pemimpin penjaga kerajaan di masa dinasti regional, meraih kekuatan dari Pemimpin negara bagian yang sudah berumur 7 tahun. Tahun berikutnya Zhao Kuangyin, menaklukan kerajaan regional dan berhasil menyatakan seluruh Cina di bawah pemerintahannya. Akibat dari Dinasti Song, yang mengadakan perjanjian pada saat itu, Zhao Kuangyin merebut kekuasaan dari anaknya yang menjadi raja pada tahun 959 sebelum masehi. Hal itu berakhir sampai 1279 masehi, ketika Kublai Khan mendirikan Dinasti Yuan.
Dinasti Song membawa pada Cina apa yang disebut sebagai revolusi perdagangan. Salah satunya adalah memperkenalkan uang kertas, yang digunakan dalam perdagangan.Kota berkembang sangat cepat, ke arah yang lebih besar seperti keadaan yang juga sedang terjadi di Eropa pada saat yang sama. Revolusi perdagangan meluas ke daerah luar kota dimana teknik pertanian diperkenalkan.
Tidak seperti dinasti Cina sebelumnya, Dinasti Song tidak runtuh karena penyakit tapi karena pembunuhan yang dilakukan oleh pasukan dari luar yang tidak mempunyai pengaruh. Pasukan dari luar itu berasal dari sekelompok orang-orang Mongol, bencana itu terjadi di bagian Asia dan Eropa timur. Mongol disatukan tahun 1206 oleh Genghis Khan dan mengacau bangsa-bangsa di sekitarnya. Genghis Khan merebut Beijing (bukan Ibukota China) di tahun 1215, perlakuannya mengalihkan bagian lainnya ke kekaisaran yang lebih luas, dinasti Song yang menjalankannya untuk beberapa dekade. Cucu Genghis Khan, Kublai Khan yang pada akhirnya menaklukkan Cina di tahun 1279, termasuk kerajaan Yunnan Thai di Nanchao. Meskipun Kublai Khan menaklukan China di tahun 1279, Dinasti Yuan didirikan Kublai Khan tahun 1271 sampai 1368.
Dibawah kekuasaannya, Kublai Khan memperluas daerah jajahan ke wilayah barat, tepatnya sampai ke Moskow dan Baghdad.
Orang-orang Mongol menyusun kembali pemerintahan Cina dengan cara memiliterisasikannya. Sebelum serangan gencar Mongol, secara luar biasa orang-orang Mandarin yang berpendidikan telah menjadi pilar dari system administrasi Cina, mereka dibawah kekuasaan orang-orang Mongol, digantikan oleh orang-orang yang telah naik jabatannya di militer.
Ketika orang-orang Mongol mengambil keputusan mengenai semua hal penting dari kebudayaan Cina sehingga menjadi tidak dapat dibedakan dari hal-hal pokok orang-orang Cina yang sebenarnya, perbedaannya dibuat secara politik, yaitu: semua etnik Mongol dibebaskan dari membayar pajak sedangkan orang-orang Cina diwajibkankan membayar semua pajak yang ada. Ketidakadilan ini, adalah fakta yang berlaku pada dinasti yang secara etnik adalah orang asing, dan kemungkinannya ini adalah alasan utama mengapa Dinasti Yuan bertahan selama lebih dari 100 tahun.
Orang Cina asli, sama dengan orang Tao, dulunya dinasti terakhir ini hanya dapat dibuktikan jika memiliki "mandat dari surga", dan juga dipercaya dimana mandat dari dinasti tertentu telah dikeluarkan, hal tersebut akan mengalah pada pemberontak atau pemberontak istana. Di dalam pemikiran tradisional orang-orang Cina, kerajaan yang sesungguhnya hanya ada di surga, tetapi tetap yang melaksananakannya adalah orang-orang di dunia. Efek dari filosofi politik orang-orang Tao adalah sederhana dan praktis: setiap orang boleh mencoba keberuntungannya dengan pemberontakan jika dia sangat mengharapkannya. Apabila pemberontakannya gagal, kemudian yang membuat suatu percobaan dengan jelas tidak memiliki "mandat dari surga" dan biasanya mereka dieksekusi. Bagaimanapun, seorang pemberontak yang berhasil diambil sebagai bukti bahwa mandat dari surga benar-benar ada. Hal ini semata-mata hanyalah nyanyian kesuksesan saja. Setiap orang dapat menjadi seorang kaisar sepanjang ia dapat mengumpulkan kekuatannya.
Sesungguhnya, sejarah orang-orang Cina kebanyakan adalah sebuah teka-teki dengan pemberontakan, namun tentunya tidak berhasil dalam membangun sebuah dinasti baru di semua orang-orang Cina, pada tingkat pemerintahan. Meskipun demikian, kelompok pemberontak memiliki aturan yang berlaku di area perbatasan untuk beberapa dekade, biasanya selama pemimpin yang karismatik masih memegang kendali kekuasaan.
Biasanya pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang sangat kejam, menyingkirkan kompetisi yang potensial dengan kedudukan mereka tanpa mengeluarkan airmata, dan membuang para musuhnya mereka dapatkan dengan cara yang efisien, yaitu dengan membunuhnya.
Secara praktis para penemu dinasti baru Cina, walaupun mereka adalah penjahat, jenderal yang tidak loyal atau para pegawai pemerintahan, ditampilkan pada tingkat yang tinggi dan secara kejam, serta di tingkat yang tinggi tanpa rasa hormat pada ahli waris mereka. Seringkali, kaisar terakhir dari dinasti tersebut telah memiliki sedikit toleransi, dan lebih tertarik pada seni, begitu pula para selir mereka, daripada menekan pokok permasalahan mereka.
Mekanisme dari sejarah Cina ini telah menjadi jelas sampai saat ini. Mao Zedong kemungkinan telah sangat terpengaruh karena membaca sejarah Cina ini, seperti ia telah membaca Marx, Engels dan Lenin. Secara sungguh-sungguh ia menyamakan dirinya sebagai penemu dari dinasti baru Cina. Mao Zedong boleh percaya bahwa kekejaman yang ia tunjukan selama Great Leap Forward dan Revolusi Kebudayaan, serta pengulangan pembersihannya terhadap Pesta Komunis, tidak terlalu penting bagi alas an ideology namun lebih kepada menstabilkan dinasti baru tersebut, aturan ini dibuat sendiri olehnya, begitu pula pada Pesta Komunis. Kegagalan ekonomi dari Great Leap Forward, sepertinya tidak menjadi masalah besar baginya.
Seluruh konsep dari pemberontakan yang dilakukan oleh kelas terendah dari lingkungan social lebih berakar pada pemikiran social orang-orang Cina daripada pemikiran orang-orang Eropa. Ada beberapa peristiwa di dalam sejarah Eropa dimana terdapat pemberontakan petani, atau pemberontak hukum, adalah yayasan dari dinasti yang baru. Beberapa kasus di Eropa, selalu memiliki kekurangan legitimasi, dan setelahbeberapa waktu kekuasaan lama dinormalkan kembali.
Dalam sejarah orang-orang Cina, mereka tidak pernah kembali. Dinasti tersebut telah diatur sedemikian rupa untuk kebaikan. Pemimpin dari pemberontak kelas bawah dapat membangun diri mereka sendiri sebagai kaisar yang baru, dan selama sisa-sisa dinasti masih berkuasa, kaisar baru tersebut adalah suatu masalah legitimasi.
Kemudian hubungan yang lain antara Revolusi Komunis dari abad ke-20 dan pemberontakan petani di awal periode ini. Mereka sering mengikuti ideologi dari negara Utopia.
Hal tersebut seperti pemberotakan petani di pertengahan abad 14 yang mengalahkan Dinasti Yuan. Pemimpin dari pemberontakan itu adalah Zhu Yuanzhang, anak yatim-piatu yang diadopsi di kuil Budha sebelum ia menjadi pemimpin dari salah satu kelompok pemberontakan yang ia persatukan. Ia mengakhiri Dinasti Yuan pada tahun 1368 dan menjadikan dirinya sebagai kaisar yang baru, hingga didirikankanlah Dinasti Ming.
Ketika mendeklarasikan dirinya sebagai kaisar uang baru, Zhu Yuanzhang mengganti namanya menjadi Hongwu. Selama masa pemerintahannya, ia memimpin perluasan pengusiran tersebut, terutama antara yang berpendidikan. Lebih dari 10.000 laki-laki yang terpelajar dan anggota keluarga mereka dieksekusi.
Pada awal tahun pemerintahan Dinasti Ming, sistem pemerintahan Ganda di Cina didirikan, dengan Beijing dibagian utara dan Nanjing dibagian selatan. Sebenarnya Beijing, secara harfiah tidak berati apa-apa kecuali "Ibukota bagian Utara", dan Nanjing adalah "Ibukota bagian Selatan", Jing berasal dari kata Mandarin untuk kata "ibukota", Bei untuk "utara", dan Nan untuk "selatan".




1. Pendiri Dinasti Qin : Qin Shi Huang Di (Ying Zheng)

2. Salah satu penyebabnya adalah tekad dan visi dari Qin Shi Huang untuk menyatukan seluruh daratan Tiongkok di bawah satu pemerintahan dan satu penguasa. Sebelumnya Negeri Tiongkok terpecah menjadi banyak kerajaan (negeri) dan silih berganti selama ribuan tahun, terutama pada masa Dinasti Zhou. Masa banyaknya kerajaan dan feudalisme di China ini disebut juga dengan masa "Musim Semi dan Musim Gugur" (Autumn and Spring Period) atau Chun Qiu. Pada masa tersebut, banyak pertikaian antar negeri dan mencapai puncaknya dimana hanya tersisa 7 negara yaitu : Qin, Qi, Chu, Yan, Han, Zhao dan Wei.

Dan yang akhirnya menjadi penguasa tunggal adalah Kerajaan Qin dan Ying Zheng menjadi kaisar pertama Tiongkok. Dan untuk pertama kalinya diberlakukan sistem unitarian atau sentralisasi pada pemerintahan seluruh negeri.

3. Dinasti Qin tumbang karena kekejaman dan penindasan oleh Qin Shi Huang selama ia berkuasa (walaupun sebenarnya kebanyakan dari kebijakannya adalah untuk kebaikan rakyat Tiongkok juga). Sepeninggal Qin Shi Huang mulai terjadi pemberontakan rakyat dimana-mana yang menginginkan perubahan sistem otoriter dan diktator yang dianut Kaisar Qin selama ini. Akibat langsung dari pemberontakan rakyat ini, beberapa faksi dari kerajaan-kerajaan yang pernah dihancurkan oleh Qin Shi Huang kembali bangkit (restorasi) untuk melawan Dinasti Qin. Dan yang paling utama adalah pihak Negeri Chu yang dipimpin keluarga Xiang dengan Xiang Yu sebagai pimpinan.

Xiang Yu berhasil menaklukkan angkatan perang Dinasti Qin. Tapi Xiang Yu bukanlah sosok pimpinan yang bijaksana, ia cenderung untuk menggunakan kekuatannya daripada otaknya dan ia juga sangat kejam terhadap siapa pun yang menentangnya. Di antara pihak-pihak lain yang juga bekerja sama dengan Xiang Yu untuk mengalahkan Dinasti Qin adalah Liu Bang, seorang bekas kepala perwira keamanan dari sebuah distrik kecil. Setelah hancurnya Dinasti Qin, perang kembali berlanjut antara Xiang Yu dari Negeri Chu dan Liu Bang dari Negeri Han. Dan akhirnya dimenangkan Liu Bang dan mendirikan Dinasti Han.

4. Salah satu sumbangsih terbesar Dinasti Qin adalah Tembok Besar China yang melindungi peradaban China yang gemilang dari bangsa barbar di utara selama ribuan tahun. Serta penyatuan aksara Tiongkok juga memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan budaya bangsa-bangsa lain di Asia Timur seperti Korea dan Jepang. Dan tentu saja sumbangsih terbesar Dinasti Qin adalah format pemerintahan kekaisaran yang akhirnya mendasari pemerintahan Negeri Tiongkok selama 2.000 tahun dan lebih bersifat kesatuan daripada feudal.







Setelah melepaskan diri dari pengaruh Dinasti Ming Raya (Da Ming Guo) yang kian melemah, Aisin Gioro Nurhachi (Pinyin: Aixīnjuéluó Nǔ'ěrhāchì ) menyatukan clan-clan suku Jurchen (sebutan sebelum diubah menjadi Manchu) dan mendirikan dinasti Jin akhir (Hou Jin ; Da Jin Chao) pada tahun 1609 di yang sekarang adalah wilayah timur laut Tiongkok. Nurhachi menjadi Kaisar dan Khan Agung dari Negara Jin sampai ia meninggal setelah terluka dalam peperangan dengan dinasti Ming. Anaknya yang ke-empat Huangtaiji naik tahta menjadi Khan agung negara Jin yang baru (setelah diisukan menyingkirkan saudara2nya yang layak menjadi kandidat Khan). Huangtaiji merubah nama negaranya dari 'Jin' (berarti emas) menjadi 'Qing' (artinya murni) sehingga naman negaranya Negara Qing yang Agung (Da Qing Guo) dan juga nama bangsanya dari Jurchen menjadi Manchu. Ia meninggal sebelum bangsa Manchu benar-benar menguasai seluruh China. Anaknya yang ke-sembilan, Aixinjueluo Fulin naik tahta menjadi Kaisar negara Qing raya dengan nama era Shunzhi sementara pamannya Pangeran Dorgon (Hanyu Pinyin: Duo-er-gun) sebagai Pangeran Regent/Wali (Hanyu Pinyin: shi zheng wang) karena kaisar masih berumur 4 tahun saat itu.
Keadaan negara Ming saat itu kacau balau terutama setelah gerombolan pemberontak yang dipimpin Li Zicheng memasuki dan merebut ibukota, Beijing. Kaisar dinasti Ming yang terakhir, Chongzhen menggantung dirinya setelah membunuh seluruh keluarga kerajaan untuk menghindari ditangkap oleh para pemberontak. Dinasti Ming pun secara resmi berakhir. Li Zicheng mendirikan dinasti Shun (Shun Chao) di Beijing. Salah seorang Jendral dinasti Ming yang bernama Wu Sangui menolak bergabung dengan Li Zicheng dan meminta bantuan bangsa Manchu di bawah pimpinan pangeran wali Dorgon. Kesempatan ini diambil oleh pasukan-pasukan delapan bendera dinasti Qing untuk mengambil alih Beijing dan akhirnya seluruh China. Jendral Wu Sangui membuka gerbang tembok besar dan pasukan delapan bendera dinasti Qing berhasil merebut Beijing dari Li Zicheng. Pada tahun 1644 pangeran Dorgon menyatakan dinasti Qing dengan kaisarnya Shunzhi menjadi pengganti dan pewaris dinasti Ming dan mandat surga telah beralih dari dinasti Ming kepada dinasti Qing. Dengan bantuan jendral-jendral dinasti Ming yang membelot ke dinasti Qing seperti Wu Sangui, Hong Chengchou dan lain-lain, pasukan delapan bendera bangsa Manchu bergerak ke selatan menghabisi sisa-sisa dinasti Ming yang mendirikan tahta baru di selatan ('dinasti Ming selatan'). Baru pada tahun 1664 dinasti Qing benar-benar telah mengambil alih seluruh daratan Tiongkok. Di bawah pemerintahan Kaisar Kangxi, pulau Taiwan akhirnya berhasil direbut dari sisa pasukan yang setia kepada dinasti Ming.
Dinasti Qing terkenal dengan kebijakannya yang tidak populer di kalangan bangsa Han dengan memaksa mereka menuruti cara berpakaian dan gaya rambut bangsa Manchu. Gaya rambut bangsa Manchu yang mencukur rambut bagian depan dan mengepang rambut bagian belakang dianggap penghinaan oleh bangsa Han, yang menganggap rambut adalah turunan yang didapatkan dari leluhur. Dalah hal pemerintahan, dinasti Qing mengadopsi cara-cara dari dinasti Ming terutama anutan Kong Hu Cu (Confucian). Walaupun pada awalnya pembauran antara bangsa Han dan Man dilarang demi untuk mempertahankan budaya dan ciri bangsa Manchu, pada akhir abad ke 19 bangsa Manchu sudah sangat membaur dengan bangsa Han dan kehilangan banyak identitas mereka, contohnya bahasa Manchu yang lama kelamaan digantikan hampir sepenuhnya dengan bahasa Mandarin, bahkan dalam sidang kekaisaran.
Dinasti Qing mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Kaisar Kangxi (memerintah 1662 - 1722), Yongzheng (1723 - 1735) dan Qianlong (1735 - 1796). Bahkan kaisar Qianlong terkenal dengan "Sepuluh Pencapaian Militer" nya (Hanyu Pinyin: shi quan wu gong). Wilayah Tiongkok meliputi daratan Tiongkok, Manchuria, Mongolia, Tibet dan Taiwan sementara Korea dan negara-negara di selatan seperti Vietnam menjadi taklukan yang harus membayar upeti. Kehadiran bangsa barat pada awal abad 18 mengerogoti kekuasaan bangsa Manchu. Berbagai pemberontakan suku Han yang berniat menggulingkan dinasti Qing dan memulihkan dinasti Ming ('fan Qing fu Ming') terjadi dalam berbagai skala. Namun salah satu pemberontakan besar adalah pemberontakan Taiping yang menjadikan Nanjing sebagai ibukota. Perang opium yang diakhiri dengan kekalahan juga membawa ketidakpuasan di kalangan bangsa Han terhadap bangsa Man.
Perang opium yang pertama, 1838 berujung pada kekalahan dinasti Qing yang memalukan pada tahun 1842. Perjanjian Nanjing berdampak pada diserahkannya Hong Kong kepada Inggris dan dibukanya port-port China pada bangsa barat.
Setelah kekalahan Tiongkok dalam perang Tiongkok-Jepang (1894-1895) Kaisar Guangxu (memerintah 1875 - 1908) akhirnya memutuskan untuk melakukan pembaharuan / reformasi. Reformasi Seratus Hari tahun 1898 yang disokong oleh kaisar Guangxu banyak ditentang oleh kalangan konservatif. Dibawah pimpinan Ibu Suri Cixi (janda kaisar Xianfeng, ibu angkat kaisar Guangxu), mereka mengadakan kudeta yang mengakibatkan dilucutinya kekuasaan kaisar Guangxu. Yuan Shikai, panglima militer yang tadinya diminta bantuan militernya oleh Kaisar Guangxu, memilih untuk memihak Ibu Suri Cixi sehingga menimbulkan dendam yang dalam pada kaisar Guangxu terhadapnya. Mulai saat itu, Ibu Suri Cixi yang sudah berhenti menjadi wali kaisar Guangxu kembali berkuasa dan reformasi pun terhenti. Pada tahun 1901 Ibu Suri Cixi mendukung pemberontakan Boxer untuk mengusir bangsa barat. Gabungan delapan negara berhasil merebut Beijing sehingga Ibu Suri dan Kaisar dan keluarga kerajaan harus lari ke Xi'an. Walaupun gabungan delapan negara pada awalnya menghendaki Ibu Suri Cixi dihukum mati, berkat diplomasi dari Li Hongzhang (panglima tentara Beiyang, yang sepeninggalnya menyerahkan tentara Beiyang di bawah pimpinan Yuan Shikai) ia selamat walaupun China harus membayar ganti rugi yang sangat besar. Sekembalinya ke Beijing, Ibu Suri Cixi akhirnya setuju dengan reformasi, walaupun sudah terlambat. Pihak kekaisaran Qing mengumumkan bahwa kekaisaran akan secara bertahap diubah menjadi monarki konstitusional, namun pihak nasionalis menganggap pemerintah Qing tidak mempunyai itikad baik untuk mengimplementasikannya.
Pada tahun 1908 Kaisar Guangxu dan Ibu Suri Cixi wafat pada saat yang bersamaan dan tahta diserahkan kepada keponakan kaisar Guangxu, Aixinjueluo Puyi yang berumur 3 tahun dengan ayahnya Pangeran Chun sebagai Pangeran Wali. Pangeran Chun berniat membunuh Yuan Shikai sesuai wasiat kaisar Guangxu namun digagalkan oleh Zhang Zhidong dengan alasan membunuh Yuan dapat mengakibatkan pemberontakan tentara Beiyang. Karena kekuatan militer tentara Beiyang yang dipimpin Yuan Shikai cukup besar, Yuan dipanggil lagi untuk memerangi kekuatan nasionalis di selatan yang dipimpin oleh Sun Yat Sen. Pemberontakan di Wuchang pada 10 October 1911 berhasil dan diikuti dengan didirikannya Republik China di selatan dengan Nanjing sebagai ibukota dan Sun Yat Sen ( Sun Zhongshan) sebagai kepala sementara. Sejak saat itu berbagai propinsi di selatan menyatakan lepas dari dinasti Qing untuk bergabung dengan republik.
Yuan menyingkirkan pangeran Chun dan membuat kabinet yang isinya adalah kroni-kroninya dengan Yuan sendiri sebagai Perdana Menteri. Namun Yuan berhubungan dengan Sun untuk kepentingan pribadinya. Sun setuju untuk menyerahkan tampuk kepresidenan untuk Yuan bila ia setuju untuk memaksa Kaisar Xuantong (Puyi) turun tahta.
Pada tahun 1912 Yuan Shikai memaksa Ibu Suri Longyu (janda kaisar Guangxu) untuk menurunkan maklumat turun tahtanya kaisar Xuantong / Puyi. Pihak republik berjanji untuk membiarkan kaisar Puyi tetap menempati kota terlarang dan mempertahankan gelar Kaisarnya, walaupun hanya akan dihormati seperti layaknya Kaisar negara asing. Dinasti Qing pun berakhir.
Zaman 3 negara

Zaman Tiga Negara atau juga dikenal dengan nama Samkok (Tionghoa Sederhana: 三国時代; Tionghoa Tradisional: 三國時代, hanyu pinyin: sanguo shidai, bahasa Inggris: Three Kingdoms Era) (220 - 280) adalah sebuah zaman di penghujung Dinasti Han di mana Tiongkok terpecah menjadi tiga negara yang saling bermusuhan.
Tiga Negara
Negara Cao Wei
Dong Wu
Shu Han

Ibukota
Luoyang
Jianye
Chengdu

Kaisar
• Kaisar pendiri
• Kaisar terakhir 5 kaisar
Cao Pi
Cao Huan
4 kaisar
Sun Quan
Sun Hao
2 kaisar
Liu Bei
Liu Chan

Berdiri 220
222
221

Runtuh 265
280
263

Dinasti Han mengalami kemerosotan sejak tahun 100 karena kaisar-kaisar penguasa yang tidak cakap memerintah dan pembusukan di dalam birokrasi pemerintahan. Beberapa pemberontakan petani pecah sebagai bentuk ketidakpuasan rakyat terhadap kekaisaran. Ketidakmampuan kaisar ini lebih parah dipergunakan oleh para kasim untuk mengkonsolidasikan kekuasaan di tangan mereka. Penghujung Dinasti Han memang adalah sebuah masa yang didominasi oleh pemerintahan kasim.


Pembagian administrasi (prefektur) di penghujung Dinasti Han
Sejak Kaisar Hedi, kaisar-kaisar selanjutnya naik tahta pada masa kanak-kanak. Ini menyebabkan tidak ada pemerintahan yang stabil dan kuat karena pemerintahan dijalankan oleh kasim-kasim dan keluarga kaisar lainnya yang kemudian melakukan kudeta untuk menyingkirkan kaisar yang tengah beranjak dewasa guna melanggengkan kekuasaan mereka. Ini menyebabkan lingkaran setan yang kemudian makin memurukkan situasi Dinasti Han.
Kelaliman Perdana Menteri Dong Zhuo
Pada tahun 189, sesaat setelah Kaisar Lingdi mangkat, para menteri kemudian merencanakan untuk membunuh Jenderal He Jin, paman dari anak Kaisar Lingdi, Liu Bian. Ini dimaksudkan untuk mencegah He Jin mendudukkan Liu Bian sebagai kaisar pewaris tahta. Rencana ini diketahui oleh He Jin yang kemudian segera melantik Liu Bian sebagai pewaris tahta dengan gelar Shaodi pada April 189. Selain itu, He Jin juga memerintahkan Dong Zhuo untuk kembali ke ibukota Luoyang untuk menghabisi para menteri serta kasim yang ingin merebut kekuasaan itu. Sebelum Dong Zhuo sampai, He Jin sudah dibunuh dahulu oleh para menteri di dalam istana.
Yuan Shao kemudian mengambil inisiatif menyerang istana dan memerintahkan pembunuhan sebagian menteri dan kasim yang dituduh berkomplot merebut kekuasaan kekaisaran. Namun, menteri lainnya menyandera Kaisar Shaodi dan adiknya Liu Xie ke luar istana. Dong Zhuo mengambil kesempatan ini untuk memusnahkan kompolotan menteri tadi dan menyelamatkan kaisar. Dengan kaisar di bawah pengaturannya, Dong Zhuo kemudian memulai kelalimannya.
Dong Zhuo mulai menyiapkan strateginya untuk mengkontrol kekuasaan kekaisaran di Tiongkok dengan membatasi wewenang kekuasaan Kaisar Shaodi. Ia lalu menghasut Lu Bu untuk membunuh ayah angkatnya, Ding Yuan dan merebut seluruh kekuatan militernya untuk memperkuat diri sendiri. Yuan Shao juga diusir olehnya dari Luoyang. Ia membatasi wewenang para menteri dan memusatkan kekuasaan di tangannya, setelah itu, Kaisar Shaodi diturunkan dari tahta untuk kemudian digantikan oleh adiknya Liu Xie yang menjadi kaisar dengan gelar Xiandi pada September 189. Sejarahwan beranggapan bahwa momentum ini adalah awal Zaman Tiga Negara.
Yuan Shao kemudian menghimbau para jenderal penguasa daerah untuk melawan kelaliman Dong Zhuo. Usahanya membawa hasil 11 batalyon militer beraliansi untuk melakukan agresi ke Luoyang guna menumbangkan rezim Dong Zhuo. Yuan Shao memimpin aliansi yang kemudian dinamakan sebagai Tentara Pintu Timur. Dong Zhuo merasa takut dan membunuh bekas kaisar Shaodi, membumi-hanguskan dan merampok penduduk Luoyang, menyandera Kaisar Xiandi dan memindahkan ibukota ke Chang'an.
Dalam pelariannya, Dong Zhuo diserang oleh Cao Cao dan Sun Jian yang tergabung dalam Tentara Pintu Timur, namun sayang karena ada kecemburuan di dalam aliansi menyebabkan tidak ada bantuan dari jenderal lainnya yang tidak ingin melihat keberhasilan mereka berdua. Aliansi ini kemudian bubar dan Dong Zhuo meneruskan kelalimannya di Chang'an.
Akhirnya, pada tahun 192, menteri istana bernama Wang Yun bersama Lu Bu menghabisi nyawa Dong Zhuo di Chang'an. Ini mengakibatkan bawahan Dong Zhuo, Li Jue menyerang istana dan membunuh Wang Yun serta mengusir Lu Bu. Li Jue melanjutkan kelaliman pemerintahan Dong Zhuo.
Berkuasanya raja-raja perang
Setelah Dong Zhuo berhasil dijatuhkan, Dinasti Han makin melemah karena kehilangan kewibawaan kekaisaran. Melemahnya kekuasaan istana menyebabkan para gubernur dan penguasa daerah memperkuat diri sendiri dan menjadi raja kecil di wilayah mereka. Ini menyebabkan munculnya rivalitas antar raja-raja perang satu wilayah dengan wilayah lainnya. Raja perang yang terkenal dan kuat pada masa ini adalah :
Yuan Shao, menguasai Prefektur Ji di utara Sungai Kuning.
Cao Cao, menguasai Chenliu dan kemudian Xuchang.
Yuan Shu, menguasai daerah Huainan dan mengangkat diri sebagai kaisar karena mempunyai stempel kekaisaran di tangannya. Sun Jian, menguasai Changsha. Dong Zhuo, gubernur Prefektur Liang, namun kemudian merebut ibukota Luoyang dan memindahkannya ke Chang'an, Prefektur Sili. Liu Biao, menguasai Prefektur Jing.
Liu Zhang, menguasai Prefektur Yi.
Zhang Lu, menguasai Hanzhong. Ma Teng, menguasai Prefektur Liang. Gongsun Zan, menguasai Semenanjung Liaodong.



Peperangan Guandu dan penyatuan utara


Peta wilayah pengaruh Yuan Shao (merah) dan Cao Cao (biru) pada tahun 195
Di antara mereka, kekuatan Cao Cao dan Yuan Shao berkembang paling pesat dan menyebabkan peperangan di antara mereka tidak dapat dihindari. Cao Cao pada tahun 197 menaklukkan Yuan Shu, lalu Lu Bu pada tahun 198 serta Liu Bei setahun selanjutnya. Tahun 200, Yuan Shao memulai ekspansi wilayah ke selatan, namun berhasil dipukul mundur oleh Cao Cao. Yuan Shao kemudian memutuskan untuk memimpin sendiri kampanye militer ke selatan dan berpangkalan di Yangwu. Cao Cao juga mundur ke Guandu untuk melakukan kampanye defensif. Di sini, kekuatan di antara mereka berimbang selama setengah tahun sampai akhirnya Cao Cao melakukan serangan mendadak dan memusnahkan seluruh persediaan logistik Yuan Shao. Yuan Shao kemudian mundur karena moral prajurit yang rendah setelah kekalahan yang menentukan itu. Ini adalah peperangan Guandu yang terkenal itu.
Setelah kekalahannya di Guandu, Yuan Shao beberapa kali mencoba melakukan serangan kepada Cao Cao namun gagal. Tahun 202, Yuan Shao meninggal, menyebabkan perebutan kekuasaan antara putranya, Yuan Tan dan Yuan Shang. Cao Cao mengambil kesempatan ini untuk menaklukkan Yuan Shang dan membunuh Yuan Tan. Yuan Shang kemudian mencari perlindungan kepada suku Wuhuan di utara yang mendukung Yuan Shao. Atas nasehat Guo Jia, Cao Cao menyerang Wuhuan dan membunuh pemimpinnya. Yuan Shang dalam pelariannya mencari perlindungan kemudian dibunuh oleh Gongsun Kang yang takut diserang Cao Cao bila memberikan suaka kepada Yuan Shang.
Tahun 207, Cao Cao secara resmi mempersatukan wilayah utara Tiongkok dan merencanakan ekspansi ke wilayah selatan.





Kampanye militer ke selatan dan peperangan
Chibi

Karakter Chibi di Tebing Merah di tepi Sungai Panjang
Tahun 208, Cao Cao melakukan kampanye militer ke selatan tepatnya ke Prefektur Jingzhou yang saat itu dikuasai oleh Liu Biao. Liu Biao meninggal sebelum Cao Cao tiba. Liu Zong, anak Liu Biao yang menggantikan ayahnya menyerah kepada Cao Cao. Liu Bei yang saat itu berlindung kepada Liu Biao melarikan diri ke Jiangling, namun berhasil dipukul mundur lebih lanjut ke Xiakou.
Sun Quan mengutus penasehatnya Lu Su mengunjungi Liu Bei menanyakan keadaannya. Zhuge Liang kemudian mewakili Liu Bei mengajukan penawaran aliansi kepada Sun Quan. Aliansi Sun-Liu terbentuk untuk menahan serangan Cao Cao. Zhou Yu dan Cheng Pu memimpin tentara Sun dan berhasil memukul mundur tentara Cao Cao dengan strategi api. Peperangan berlokasi di daerah Chibi dan terkenal sebagai pertempuran Chibi.
Liu Bei menduduki Prefektur Yizhou
Cao Cao yang kalah perang kemudian mengalihkan perhatian ke wilayah barat. Cao Cao menyerang Hanzhong yang dikuasai Zhang Lu. Penguasa di Xiliang kemudian melakukan perlawanan pada tahun 211 karena takut menjadi target Cao Cao selanjutnya. Ma Chao yang memimpin perlawanan ini dikalahkan Cao Cao dan mengasingkan diri. Setelah tahun 215, Cao Cao telah berhasil menguasai seluruh wilayah utara dan barat Tiongkok.
Kemenangan aliansi Sun-Liu membuahkan perpecahan di antara mereka. Mereka mulai memperebutkan Jingzhou yang ditinggalkan Cao Cao. Perebutan ini dimenangkan oleh Sun Quan, yang melakukan serangan militer ke selatan Jingzhou di bawah pimpinan Zhou Yu. Zhou Yu berencana melanjutkan ekspansi militer ke Prefektur Yizhou yang dikuasai Liu Zhang, namun ia meninggal dalam perjalanan. Lu Su yang menggantikannya menghentikan rencana ini dan meminjamkan Jingzhou kepada Liu Bei untuk pangkalan militer sementara untuk menahan kemungkinan serangan Cao Cao.
Saat ini, Liu Zhang mengundang Liu Bei untuk membantu Yizhou melawan kemungkinan ekspansi Cao Cao bila berhasil menduduki Hanzhong. Liu Bei berangkat menuju Yizhou meninggalkan Guan Yu menjaga Jingzhou. Perseteruan Liu Bei dan Liu Zhang pecah pada tahun 212, Liu Bei lalu menduduki Chengdu dan memaksa Liu Zhang menyerahkan kekuasaan Yizhou kepadanya.
Tiga negara terbentuk


Peta 3 negara pada tahun 262 M
Tahun 216, Cao Cao mengangkat diri sebagai Raja Wei. Setahun kemudian, Liu Bei menyerang Hanzhong yang saat itu dikuasai Cao Cao. Pengkhianatan dari dalam dan kampanye militer Sun Quan di wilayah tengah menyebabkan Cao Cao terpaksa harus mundur dari Hanzhong. Liu Bei juga mengangkat diri menjadi Raja Hanzhong pada tahun 219.
Tahun yang sama, Guan Yu memimpin pasukan menyerang Cao Cao, namun Lu Meng melakukan serangan dari belakang secara mendadak ke Jingzhou. Guan Yu berhasil ditangkap dan dibunuh oleh Lu Meng. Tahun 220, Cao Cao meninggal dunia dan digantikan oleh putranya Cao Pi. Cao Pi memaksa Kaisar Xiandi menyerahkan tahta kekaisaran lalu mendirikan Negara Wei dan bertahta dengan gelar Wendi. Setahun kemudian, Liu Bei yang mendukung kelanjutan Dinasti Han mengangkat diri sebagai kaisar dengan gelar Zhaoliedi.
Sun Quan menyatakan tunduk kepada Wei dan diangkat sebagai Raja Wu oleh Cao Pi. Tahun 221 juga, Liu Bei menyerang Sun Quan dengan tujuan membalaskan dendam Guan Yu, namun berhasil dipukul mundur oleh Lu Xun dan meninggal pada tahun 223. Liu Chan kemudian menggantikan sang ayah menjadi kaisar dengan gelar Xiaohuaidi. Sepeninggal Liu Bei, Sun Quan kembali bersekutu dengan Liu Chan untuk menahan pengaruh Cao Cao. Tiga negara resmi berdiri dan tidak akan ada satupun negara dapat menaklukkan negara lainnya selama kurun waktu 40 tahun.
Runtuhnya negara Shu Han
Sepeninggal Liu Bei, negara Shu Han melakukan ekspansi wilayah ke timur laut Shu. Ini dilakukan untuk mengurangi kemungkinan diserang dari belakang saat pelaksanaan gerakan ofensif terhadap Wei di utara. Setelah wilayah di belakang berhasil ditenangkan, Shu Han melakukan 5 kali penyerangan ke utara di bawah pimpinan Zhuge Liang dalam kurun tahun 227 sampau 234, namun kesemuanya gagal.
Zhuge Liang meninggal tahun 234 lalu digantikan oleh Jiang Wei yang meneruskan ekspedisi ke utara, namun tidak menghasilkan kemenangan yang mutlak. Liu Chan yang tidak cakap memimpin mempercayakan jalannya pemerintahan kepada menteri kesayangannya Huang Hao. Jiang Wei yang mengajukan mosi tidak percaya kepadanya, malah dituduh berkhianat kepada negara. Ini menyebabkan Wei kemudian berhasil mematahkan pertahanan Hanzhong dan menyerang sampai ke Chengdu, ibukota Shu Han. Liu Chan menyerahkan diri kepada Wei dan negara Shu Han resmi runtuh pada tahun 263.
Berdirinya Dinasti Jin
Tahun 265, menteri negara Wei, Sima Yan merebut kekuasaan dari keluarga Cao dan mendirikan negara Jin, beribukota di Luoyang. Ia bertahta dengan gelar Kaisar Wudi. Jin kemudian merencanakan penaklukan negara Wu yang saat itu sedang kacau sepeninggal Sun Quan pada tahun 251. Tahun 279, penyerangan Wu dilancarkan dan Jin berhasil menaklukkan Wu tanpa perlawanan berarti karena moral prajurit yang rendah. Sebab utama kekalahan Wu adalah pemerintahan lalim dari kaisar Sun Hao.
Tahun 280, Tiongkok dengan resmi dipersatukan di bawah Dinasti Jin yang kerap disebut sebagai Jin Barat oleh sejarahwan. Dinasti ini akan berkuasa sampai tahun 420 sebelum Tiongkok kembali terpecah-pecah karena lemahnya kekaisaran dan serangan suku-suku barbar dari utara.


Kata pembukaan novel Kisah Tiga Negara; Seluruh kekuatan di dunia, bersatu untuk bercerai dan bercerai untuk bersatu kembali
Zaman ini punya popularitas lebih di masyarakat luas karena Luo Guanzhong, seorang sastrawan Dinasti Ming menuliskannya sebagai latar belakang roman sejarah Kisah Tiga Negara (三國演義). Selain itu, ada pula sastra sejarah resmi Catatan Sejarah Tiga Negara (三國志) karya Chen Shou, seorang sejarahwan Dinasti Jin.
Penghujung Dinasti Han
Dong Zhuo, perdana menteri lalim
Yuan Shao, bangsawan dari utara, kemudian dikalahkan Cao Cao
Liu Biao, bangsawan dari Jingzhou
Gongsun Zan, jenderal Han di perbatasan timur laut
Lu Bu, jenderal bengis, membunuh 2 ayah angkatnya
Ma Teng, penguasa Liangzhou
Kaisar Xiandi, kaisar terakhir Dinasti Han

Cao Wei
Cao Cao,pemimpin negara Wei, raja perang, mempersatukan utara Tiongkok
Cao Pi, anak dari Cao Cao, pemimpin pengganti negara Wei
Cao Ren, paman dari Cao Pi
Sima Yi, penasehat militer dan ahli strategi
Guo Jia, penasehat militer, mati muda Xun Yu,
penasehat militerXiahou Dun, jenderal perang Xiahou Yuan, abang dari Xiahou Dun, terkenal akan panahnya Zhang Liao, jenderal perang Zhang He, jenderal perang Dian Wei, pengawal pribadi Cao Cao
Xu Zhu, komandan dan ahli strategi negara Wei
Zhuge Jin, adik dari Zhuge Liang tetapi bekerja pada Wei
Sima Zhao, anak dari Sima Yi
Dong Wu
Sun Jian, raja perang, penguasa Changsha
Sun Ce, anak Sun Jian, peletak dasar negara Wu
Sun Quan, kaisar pertama negara Wu
Zhou Yu, penasehat militer, mati muda
Zhuge Jin, penasehat militer
Lu Xun, jenderal perang
Huang Gai, jenderal perang
Gan Ning, jenderal perang
Taishi Ci, jenderal perang
Shu HanLiu Bei, bangsawan berdarah biru, ingin meneruskan Dinasti Han
Zhuge Liang, penasehat militer
Pang Tong, penasehat militer
Jiang Wei, jenderal perang
Guan Yu, dikenal juga sebagai Guan Gong, adik angkat Liu Bei Zhang Fei, adik angkat Liu Bei Zhao Yun, jenderal perang Huang Zhong, jenderal perang Ma Chao, jenderal perang Selengkapnya dapat dirujuk ke Daftar tokoh Kisah Tiga Negara.[sunting]
PopulasiPopulasi di zaman ini dapat dirujuk kepada catatan sejarah oleh Chen Shou yang irakan sekitar 8.640.000 jiwa hidup di dalam wilayah ketiga negara. Di antaranya 4.400.000 jiwa tinggal di dalam wilayah Wei, Wu dan Shu masing-masing berpopulasi 2.300.000 dan 1.940.000. Wei pada dasarnya ditakdirkan untuk menjadi yang terkuat karena memiliki prasyarat yang lebih daripada kedua negara lainnya seperti penguasaan ibukota negara sebagai pusat kegiatan politik dan ekonomi